Dalam
beberapa kesempatan di liburan bulan lalu, kami berdiskusi dengan salah seorang
professor dari Eropa yang sudah kurang lebih 30 tahun bolak balik mengunjungi
Indonesia entah untuk kepentingan penelitian tapi juga dalam banyak waktu
menghabiskan waktu liburnya. Salah satu pertanyaan yang saya ajukan ke beliau
yaitu mengapa beliau begitu senang menghabiskan waktu di Indonesia dan sampai berencana
menghabiskan masa pensiunnya di sana? Jawaban beliau yaitu selain karena kultur
yang beraneka ragam, alam yang kaya dengan keindahannya, dan masyarakatnya yang
ramah, beliau juga sempat menyampaikan bagaimana dia menyukai sedikit ‘kacau-balau-nya’
beberapa system di Indonesia yang dia sebut sebagai “kebebasan”. Jawaban yang
sedikit lucu itu sempat membuat saya heran bagaimana seseorang yang berasal
dari negara yang penuh keteraturan dan hukum yang tinggi ternyata begitu
merindukan sedikit kekacauan yang membuat dia merasa bebas dan lebih kreatif?
Saya yang berasal dari Indonesia justru merindukan suasana yang penuh keteraturan meskipun harus diakui dalam beberapa situasi saya merasa beberapa hal terlampau mengikat dan ribet.
Saya yang berasal dari Indonesia justru merindukan suasana yang penuh keteraturan meskipun harus diakui dalam beberapa situasi saya merasa beberapa hal terlampau mengikat dan ribet.
Saya
menarik kesimpulan dari kedua keadaan kontras ini bahwa pada dasarnya setiap
manusia membutuhkan aturan, tata tertib, dan hukum untuk membuat manusia
beretika dan hidup teratur. Dalam beberapa hal dibutuhkan batasan yang
seharusnya ‘bebas aturan’ untuk membuat manusia tetap merasa bebas dan kreatif.
Seperti layaknya anak-anak, orang tua harus bisa memberikan batasan, pendidikan
dan peraturan sebagai alat untuk membentuk karakter dan membantu mereka
berkembang dalam semua bidang kehidupan mereka. Tapi diperlukan ruang untuk di
mana anak-anak tidak sepenuhnya terikat dengan aturan tetapi kebebasan mereka
untuk memilih, menekuni dan berkreasi terhadap apa yang mereka sukai untuk
mereka kembangkan dan mungkin menjadi cara untuk mereka menemukan masa depan
mereka. Orang tua tidak seharusnya melempar terlalu banyak kata ‘jangan’ dan
terlalu sering ‘kamu harus ini itu….’ yang secara tidak langsung dalam
pandangan saya memberi efek bahwa anak tidak berani untuk berkreasi, mereka
takut untuk mencoba, mereka cenderung mengalami krisis kepercayaan diri, atau
mungkin mereka cenderung memberontak, bersembunyi dan tidak mau jujur terhadap
orang tua.
Dalam hal hubungan pasangan, dalam pandangan saya ada banyak ‘aturan’ yang memang mengikat bagaimana hubungan itu terjaga dan bertumbuh salah satunya yaitu keduanya harus bekerja keras memperjuangkan nilai-nilai penting dalam hubungan itu, lepas dari hubungan keluarga seharusnya menjadi prioritas untuk setiap pasangan itu, tapi juga hubungan itu seharusnya juga memberi ruang untuk pasangan tetap bisa memiliki waktu ‘privat’nya di mana dia masih bisa menikmati hobby-nya, memberi waktu untuk dia menekuni hal yang dia sukai, memberi kebebasan untuk tetap berelasi dengan sahabat-sahabatnya. Seperti filosofi pasir dalam genggaman, semakin digenggam erat, dia akan berjatuhan dan lama kelamaan akan hilang.
Dalam banyak hal kehidupan kita, dibutuhkan batasan yang akan mengatur hidup itu lebih baik, tapi dibutuhkan hal lain untuk menyeimbangkannya yaitu “kebebasan”. Tidak selamanya kebebasan itu harus bersifat negatif. Dalam banyak hal kebebasan itu ternyata membuahkan kualitas hidup yang lebih menyenangkan selama itu dimanfaatkan secara bertanggungjawab. Kembali pada prinsip hidup yaitu keseimbangan. Ada saat untuk kita harus terikat, tapi ada saat kita menikmati kebebasan itu.
0 Comments